I stir the pot, fix the holes, and observe the reality as it is. Propagandist for hire.

Buat Apa Lagi Kita Motret?

Added on by Ridzki.

Jadi gini ceritanya, pertanyaan ini muncul ketika saya membaca artikel tentang konflik antara Jay Maisel dan Andy Baio  lalu berlanjut kepada analisa yg ditulis oleh Jeremy Nicholl, tapi inti dari tulisan ini adalah bukan ngebahas Jay, Andy atau Jeremy tetapi lebih kepada satu statment yang ada di blog si Jeremy yaitu tentang 1 grup di Flickr, tepatnya postingan di grup itu. Saya yakin semua fotografer online pasti tau Flickr, mereka pernah nyoba make atau jadi anggota pro sekarang dari sekian banyak fitur yang ada, ada 1 fitur yg bernama group, fungsinya yah, bikin group sesuai dengan selera kita. Salah satu grup itu bernama DeleteMe, cara kerja di group ini adalah user meng-upload 1 foto dan user-user yang lain bisa voting apakah foto tersebut bisa di save atau di delete. Tersebutlah 1 user bernama André Rabelo yang mengupload 1 foto dengan resolusi kecil, buram, shaky dan tidak tajam sama sekali. Hasilnya bisa dipastikan semua orang pasti bilang delete me, tapi ternyata si uploader bukanlah fotografer aslinya dan foto yg buram, shaky dan tidak tajam itu adalah karya milik Henri Cartier-Bresson.

Ok kembali ke judul, dari pembicaraan di Group itu, mulailah saya menelusuri komentar komentar yang ada, sebagian yang menyebut itu harusnya dihapus mulai sadar mereka salah, beberapa orang mengucapkan "inilah yang terjadi kalau sebagian besar tidak mempelajari sejarah fotografi" tapi yang paling menohok dan membuat saya berpikir adalah komentar dari The Chorizo Warrior yang saya ambil kutipannya:

WHO WILL REMEMBER A PERFECT SHOT SET UP IN A STUDIO OF A F*%^ING TOMATO IN 50 YEARS TIME?!!??

Dan komentar itu adalah inti dari blog posting ini semua.

Beberapa kita membawa kamera ketika travelling, beberapa membawa di jalanan, beberapa bawa untuk gaya biar ada yg digantungin di leher dan beberapa bawa karena mereka penghasilannya untuk memotret. Khusus yang terakhir mungkin postingan yang ini tidak akan berlaku.

Ketika kita travelling apa yg akan kita foto? Sunrise, Sunset, gunung yang berlapis, slow shutter sungai/pantai/awan, orang-orang yg kita temui atau foto narsis mungkin?

Ketika kita di jalan mendokumentasikan hidup, kita membahas atau terinspirasi dari Cartier-Bresson, Gilden, Parr, Stuart atau Moriyama. Atau sebagian besar mungkin masih terjebak bahwa kalau di jalanan ya moto yang paling gampanglah pengemis atau anak-anak jalanan dan diberi caption yang sedikit mengiba.

Ketika kamera menjadi aksesoris, yah kalo ga narsis, ya foto temen-temen atau pacar yang unyu-unyu atau yah keluarga.

Singkatnya tiap kali kita memotret, tiap kali kita memencet shutter semua yang terekam yang di memory card kita pasti gambar gambar yang sudah sering muncul. Cuma di tempat atau dengan subject yang berbeda dengan fotografer yang berbeda pula. Dari sini bisa disimpulkan sebagian besar dari pemilik kamera itu mandeg proses kreatifnya, karena berulang melulu konsep fotonya.

Jadi kalau sudah berulang kali kita potret, berulang kali kita liat dan berulang kali kita lakukan. Buat apa lagi kita motret kalau cuma menuh-menuhin harddisk?